Senin, 24 September 2012

Tata Cara Wudhu

Tata Cara Wudhu Penulis: Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Iftaa Soal: Amalan apakah yang dianjurkan ketika berwudhu’, dan apakah doa yang mesti diucapkan setelahnya? Jawab : Alhamdulillah, tatacara wudhu’ menurut syariat adalah sebagai berikut: - Menuangkan air dari bejana (gayung) untuk mencuci telapak tangan sebanyak tiga kali ; - Kemudian menyiduk air dengan tangan kanan lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya sebanyak tiga kali ; - Kemudian membasuh wajah sebanyak tiga kali ; - Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku sebanyak tiga kali ; - Kemudian mengusap kepala dan kedua telinga sekali usap ; - Kemudian mencuci kaki sampai mata kaki sebanyak tiga kali. Ia boleh membasuhnya sebanyak dua kali atau mencukupkan sekali basuhan saja. Setelah itu hendaknya ia berdoa: “Asyhadu allaa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu, Allahummaj ‘alni minat tawwabiin waj’alni minal mutathahhiriin.” Artinya: “Saya bersaksi bahwa tiada ilaah yang berhak disembah dengan benar selain Allah semata tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Yaa Allah jadikanlah hamba termasuk orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.“ Adapun sebelumnya hendaklah ia mengucapkan ‘bismillah’ berdasarkan hadits yang berbunyi: “Tidak sempurna wudhu’ yang tidak dimulai dengan membaca asma Allah (bismillah).” (H.R At-Tirmidzi 56) (Dinukil dari Fatawa Lajnah Daimah juz V/231. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Dewan Tetap Arab saudi untuk riset-riset ilmiyah dan fatwa) Sumber : Amalan saat berwudhu dan doa setelahnya Beginilah Cara Wudhu dalam Sunnah Penulis: Buletin Jum’at At-Tauhid Wudhu’ ( الْوُضُوْءُ ) adalah sebuah sunnah (petunjuk) yang berhukum wajib, ketika seseorang mau menegakkan sholat. Sunnah ini banyak dilalaikan oleh kaum muslimin pada hari ini sehingga terkadang kita tersenyum heran saat melihat ada sebagian diantara mereka yang berwudhu’ seperti anak-anak kecil, tak karuan dan asal-asalan. Mereka mengira bahwa wudhu itu hanya sekedar membasuh dan mengusap anggota badan dalam wudhu’. Semua ini terjadi karena kejahilan tentang agama, taqlid buta kepada orang, dan kurangnya semangat dalam mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Banyak diantara kita lebih bersemangat mempelajari dan mengkaji masalah dunia, bahkan ahli dan pakar di dalamnya. Tiba giliran mempelajari agama, dan mengkajinya, banyak diantara kita malas dan menjauh, sebab tak ada keuntungan duniawinya. Bahkan terkadang menuduh orang yang belajar agama sebagai orang kolot, dan terbelakang. Ini tentunya adalah cara pandang yang keliru. Na’udzu billahi min dzalik. Download File Kajian 055 Wudhu mp3 http://statics.ilmoe.com/kajian/users/balikpapan/shahih_bukhari/055.-Wudhu.mp3 055 Wudhu mp3 055 Wudhu 055 mp3 055 Wudhu mp3 055 Wudhu 055 mp3 Wudhu mp3 Wudhu mp3 Download File Kajian 056 keragu raguan tidak membatalkan wudhu mp3 http://statics.ilmoe.com/kajian/users/balikpapan/shahih_bukhari/056-keragu-raguan-tidak-membatalkan-wudhu.mp3 056 keragu raguan tidak membatalkan wudhu mp3 056 keragu raguan tidak membatalkan wudhu 056 keragu raguan tidak membatalkan mp3 056 keragu raguan tidak memba Download File Kajian 040 Berkumur kumur dalam berwudhu Ust Asykari Kitab shohih Bukhori mp3 http://statics.ilmoe.com/kajian/users/balikpapan/shahih_bukhari/040-Berkumur-kumur-dalam-berwudhu_Ust.-Asykari_Kitab-shohih-Bukhori.mp3 040 Berkumur kumur dalam berwudhu Ust Asykari Kitab shohih Bukhori mp3 040 Berkumur kumur dalam berwudhu Ust Asykari Kitab shohih Bukhori 040 Berkumur kumur d Download File Kajian 023 bab keutamaan wudhu ghurrah muhajjalin dari bekas wudhu http://statics.ilmoe.com/kajian/users/balikpapan/shahih_bukhari/023-bab-keutamaan-wudhu-ghurrah-muhajjalin-dari-bekas-wudhu. 023 bab keutamaan wudhu ghurrah muhajjalin dari bekas wudhu 023 bab keutamaan wudhu ghurrah muhajjalin dari bekas wudhu 023 bab keutamaan wudhu ghurrah muhajj Para pembaca yang budiman, demi menghilangkan kejahilan dan keraguan kita tentang cara berwudhu’, maka ada baiknya kami mengajak anda berkeliling menikmati dan memperhatikan hadits-hadits Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- yang menjelaskan tata cara dan kaifiat wudhu yang benar. Karena pembahasan wudhu’ ini agak panjang, maka –insya’ Allah- kami akan menurunkan pembahasan ini secara musalsal (berseri). * Batasan Wudhu’ Bila menilik kitab-kitab dan manuskripsi klasik dan kontemporer para ulama kita, maka anda akan menjumpai bahwa para ahli ilmu telah membahas definisi dan batasan wudhu’ ( الْوُضُوْءُ ) dari sisi bahasa maupun istilah dalam syara’. Seorang ahli bahasa, Al-Imam Ibnul Atsir Al-Jazariy -rahimahullah- menjelaskan bahwa jika dikatakan wadhu’ ( الْوَضُوْءُ ), maka yang dimaksud adalah air yang digunakan berwudhu. Bila dikatakan wudhu’ ( الْوُضُوْءُ ), maka yang diinginkan disitu adalah perbuatannya. Jadi, wudhu adalah perbuatan, sedang wadhu’ adalah air wudhu’. [Lihat An-Nihayah fi Ghoribil Hadits (5/428)] Syari’at wudhu’ mengandung hikmah yang amat dalam. Diantara hikmah wudhu’, seorang dibimbing agar ia memulai aktifitas ibadah dan kehidupannya dengan kesucian dan keindahan. Sebab wudhu itu sebenarnya bermakna keindahan, dan kesucian [Lihat Ash-Shihhah fil Lughoh (2/282) karya Al-Jauhariy] Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy -rahimahullah- berkata, “Kata wudhu’ terambil dari kata al-wadho’ah/kesucian ( الْوَضَاءَةُ ). Wudhu disebut demikian, karena orang yang sholat membersihkan diri dengannya. Akhirnya, ia menjadi orang yang suci”. [Lihat Fathul Bariy (1/306)] Adapun makna wudhu’ menurut tinjauan syari’at, kata Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan -hafizhohullah-, مَعْنَى الْوُضُوْءِ : اسْتِعْمَالُ مَاءٍ طَهُوْرٍ فِي اْلأَعْضَاءِ اْلأَرْبَعَةِ عَلَى صِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ فِي الشَرْعِ “Makna wudhu’ adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada anggota-anggota badan yang empat (wajah, tangan, kepala, dan kaki) berdasarkan tata cara yang khusus menurut syari’at”. [Lihat Risalah fi Al-Fiqh Al-Muyassar (hal. 19)] * Kewajiban-kewajiban Wudhu’ Para ulama fiqih telah menerangkan bahwa wudhu memiliki kewajiban-kewajiban ( فُرُوْضٌ ), yakni anggota-anggota badan yang harus dan wajib dibasuh (dicuci). Kewajiban-kewajiban ( فُرُوْضٌ ) tersebut adalah: 1. Membasuh wajah. Termasuk wajah, adalah hidung, dan mulut. 2. Membasuh kedua tangan sampai kepada dua siku. 3. Mengusap kepala (termasuk kepala, adalah kedua telinga kita) 4. Membasuh kedua kaki sampai kepada kedua mata kaki 5. Melakukannya secara berurutan sesuai yang disebutkan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Maa’idah : 6) 6. Dilakukan secara beruntun, tanpa selang waktu yang lama. Inilah enam furudh (kewajiban) bagi wudhu’ yang harus anda penuhi. Kapan ada salah satunya yang tak terpenuhi, maka wudhu’ kita tak sah, walaupun berwudhu’ beribu-ribu kali. Enam perkara ini telah disebutkan oleh Allah dan Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-. Orang yang tangan atau kakinya terpotong, maka ia mencuci bagian yang tersisa yang wajib dicuci. (Lihat G. 9). Dan apabila tangan atau kaki-nya itu terpotong semua maka cukup mencuci bagian ujungnya saja. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS. Al-Maa’idah : 6) Dari sebagian sahabat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah berkata, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلاً يُصَلّيِْ وَفِي ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةٌ قَدْرَ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ وَالصَّلاَةَ “Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah melihat seseorang melakukan sholat, sedang pada punggung kakinya terdapat lum’ah (bagian yang tak tercuci) seukuran uang dirham yang tak terkena air wudhu. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pun memerintahkannya untuk mengulangi wudhu’ dan sholatnya”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (1/216), dan Ahmad (14948). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa' (86)] Muhaddits Negeri India, Syamsul Haqq Al-Azhim Al-Abadiy -rahimahullah- berkata saat memetik faedah agung dari hadits ini, “Hadits ini di dalamnya terdapat dalil yang gamblang tentang wajibnya muwaalat (melakukan wudhu secara beruntun, tanpa selang waktu yang lama). Karena perintah mengulangi wudhu’ sebab membiarkan adanya lum’ah (bagian yang tak tercuci). Perintah itu tak terjadi, kecuali karena wajibnya muwaalaat. Ini adalah pendapat Al-Imam Malik, Al-Auza’iy, Ahmad bin Hanbal, dan Asy-Syafi’iy dalam sebuah pendapat beliau”. [Lihat Aunul Ma'bud (1/192)] Hadits ini adalah hujjah atas orang-orang Syi’ah-Rofidhoh, sebab hadits ini menjelaskan wajibnya mencuci kaki, bukan diusap sebagaimana yang disangka oleh orang-orang jahil dari kalangan Syi’ah-Rofidhoh. Barangsiapa yang tidak mencuci alias membasuh kaki saat berwudhu’, maka wudhu’nya tak sah, dan juga sholatnya tak sah. Bahkan boleh jadi ia berdosa dengan perbuatannya tersebut, sebab ia menganggap sesuatu yang haram sebagai ibadah dan ketaatan!! Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata, “Barangsiapa (seperti, kalangan Syi’ah) yang mewajibkan mengusap kedua kaki sebagaimana khuff (sepatu selop) diusap, maka sungguh ia sesat, dan menyesatkan!! Demikian pula barangsiapa yang membolehkan untuk mengusap kedua kakinya, dan membolehkan mencuci keduanya, maka sungguh ia telah keliru juga. Barangsiapa yang menukil dari Abu Ja’far Ibnu Jarir bahwa beliau mewajibkan mencuci keduanya berdasarkan hadits-hadits tersebut, dan mewajibkan pengusapan keduanya berdasarkan ayat ini, maka ia belumlah mendudukkan madzhab Ibnu Jarir dengan benar dalam perkara itu. Karena ucapan beliau dalam Tafsir-nya hanyalah menunjukkan bahwa yang beliau maksudkan bahwa wajib menggosok kedua kaki dibandingkan anggota badan lainnya, sebab kedua kaki menyentuh tanah, lumpur, dan lainnya. Lantaran itu, beliau mewajibkan untuk menggosok kedua kaki agar hilang sesuatu yang ada di atasnya. Cuma beliau mengungkapkan tentang menggosok dengan kata “mengusap”. Maka orang yang tidak merenungi ucapan beliau meyakini bahwa beliau menginginkan wajibnya menggabungkan antara mencuci dan mengusap kedua kaki!!”. [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Karim (3/53)] Diantara dalil dari As-Sunnah An-Nabawiyyah yang menunjukkan wajibnya mencuci kaki, hadits dari Abdullah bin Amr -radhiyallahu anhu- beliau berkata, تَخَلَّفَ عَنَّا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ سَفْرَةٍ سَافَرْنَاهَا، فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ أَرْهَقَتْنَا الصَّلاَةُ، صَلاَةُ الْعَصْرِ وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ، فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا، فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ : أَسْبِغُوْا الْوُضُوْءَ وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ “Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah tertinggal dari kami dalam suatu safar yang kami lakukan. Kemudian beliau pun menjangkau kami, sedang sungguh sholat telah menjumpai kami –yaitu sholat Ashar-. Kami berwudhu’, lalu kami mulai menggosok kedua kaki kami. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- berteriak dengan sekeras-kerasnya, “Sempurnakanlah wudhu’!! Kecelakaan bagi tumit-tumit dari neraka”. [HR. Al-Bukhoriy (60), dan Muslim (241)] Para pembaca yang budiman, ketika seseorang berwudhu, maka ada beberapa perkara yang perlu diingat bahwa saat mengusap kepala, hendaknya jangan lupa mengusap kedua telinga karena keduanya termasuk kategori kepala. Oleh karenanya, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda usai mengusap kepala dan telinganya, الاُذُنَانِ مِنْ الرَّأْسِ “Kedua telinga termasuk kepala”. [HR. Abu Dawud (134), At-Tirmidziy (37), dan Ibnu Majah (444). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (36)] Ahli Hadits Negeri Syam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata saat menjelaskan faedah-faedah dari hadits ini, “Jika hadits ini sungguh telah shohih, maka ia menunjukkan tentang dua perkara yang berselisih di dalamnya pendapat para ulama’. Adapun perkara yang pertama, yaitu bahwa mengusap kedua telinga, apakah wajib atau sunnah (mustahab)? Pendapat pertama (wajibnya mengusap telinga) didukung oleh orang-orang Hanabilah. Hujjah mereka adalah hadits ini, karena sesungguhnya hadits ini tegas dalam memasukkan kedua telinga dalam kategori kepala. Tidaklah demikian, kecuali untuk menjelaskan bahwa hukum keduanya dalam pengusapan seperti hukum kepala dalam hal itu. Jumhur condong menyatakan bahwa mengusap kedua telinga adalah sunnah (mustahab) saja sebagaimana yang tertera dalam kitab Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah (1/56). Namun kami belum pernah menemukan hujjah yang boleh dipegangi dalam menyelisihi hadits ini (yakni, hadits di atas), kecuali ucapan An-Nawawiy dalam Al-Majmu’ (1/415), “Sesungguhnya hadits itu dho’if (lemah) dari seluruh jalur-jalur periwayatannya”. Jika anda telah mengetahui bahwa masalahnya tidaklah demikian, dan bahwa sebagian jalur-jalur periwayatan hadits itu adalah shohih, belum pernah ditelaah oleh An-Nawawiy; sebagiannya lagi shohih li ghoirih, maka anda mampu mengenal kelemahan hujjah ini (yakni, pernyataan An-Nawawiy), dan wajibnya berpegang teguh dengan pendapat yang ditunjukkan oleh hadits di atas berupa wajibnya mengusap kedua telinga, dan bahwa keduanya dalam hal itu seperti kedudukan kepala. Cukuplah sebagai teladan bagi kalian dalam pendapat ini Imam Sunnah Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal. Sedang pendahulu beliau dalam pendapat tersebut adalah sekelompok sahabat yang telah berlalu penyebutan nama sebagian diantara mereka di sela-sela men-takhrij hadits ini (yakni hadits di atas). Sedang An-Nawawiy sungguh telah mengembalikan pendapat ini (1/413) kepada mayoritas salaf”. [Lihat Ash-Shohihah (1/1/95/no. 36)] Jadi, pendapat tentang wajibnya mengusap kedua telinga , sebab ia adalah bagian dari kepala adalah pendapat yang terkuat berdasarkan hadits di atas. Oleh karenanya, kebanyakan salaf (sahabat dan tabi’in) menguatkan pendapat ini. Al-Imam Al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidziy -rahimahullah- berkata tentang hadits yang menyatakan bahwa telinga termasuk kepala, “Amalan adalah berdasarkan hadits ini di sisi mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, dan orang-orang setelahnya bahwa kedua telinga termasuk bagian dari kepala. Pendapat inilah yang dinyatakan oleh Sufyan Ats-Tsauriy, Ibnul Mubarok, Asy-Syafi’iy, Ahmad, dan Ishaq”. [Lihat Sunan At-Tirmidziy (1/152), cet. Dar Ihya' At-Turots Al-Arobiy, 1422 H] Perkara lain yang perlu ditoleh ketika berwudhu’ –khususnya saat membasuh wajah-, berkumur-kumur, dan menghirup air ke dalam hidung dari satu telapak tangan, lalu menyemburkannya. Berkumur dan menghirup air ke hidung merupakan kewajiban yang masuk dalam kewajiban membasuh wajah, sebab mulut dan hidung bagian dari wajah. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, وَإِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلِيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ “Jika seorang diantara kalian berwudhu’, maka hendaknya memasukkan air dalam hidungnya, lalu semburkanlah”. [Muslim dalam Ath-Thoharoh (237)] Beliau juga bersabda dalam memerintahkan berkumur, إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ “Jika engkau berwudhu’, maka berkumur-kumurlah”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (144). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Sunan Abi Dawud (1/48/no. 144), cet. Maktabah Al-Ma'arif, 1421 H] Di dalam hadits ini terdapat perintah berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung, lalu menyemburkannya. Ini menunjukkan wajibnya kedua perkara itu, sebab segala yang diperintahkan beliau hukumnya wajib, kecuali jika ada dalil lain yang memalingkan hukumnya menjadi mustahab atau mubah, sedang dalam perkara ini tak ada dalil yang memalingkannya. Jadi, hukumnya tetap wajib. Wallahu a’lam bish showaab. Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 118 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp) http://almakassari.com/artikel-islam/fiqh/beginilah-cara-wudhu-dalam-sunnah.html http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1653 Berwudhu dengan Air yang Tercampur Sabun Bolehkah berwudhu dengan air bak mandi yang terkena percikan sabun hingga berubah warna, bau, dan rasanya? Dijawab oleh Al-Ustadz Muhammad As-Sarbini Al-Makassari : Air yang mengalami perubahan dari aslinya, baik perubahan warna, bau, atau rasa karena pengaruh campuran unsur lain yang suci, namun tidak didominasi oleh campuran tersebut dan masih tetap dinamakan air, tetap suci dan menyucikan (thahur). Seperti perubahan air bak yang bercampur dengan percikan sabun, air kolam yang kejatuhan daun-daun, air sawah yang bercampur tanah, atau yang lainnya. Ini tetap dinamakan air dan sah untuk wudhu atau mandi. Berbeda halnya dengan air yang dicampur dengan bahan minuman seperti susu, kopi, teh, atau bumbu masakan, dan semacamnya, yang mendominasinya dan mengubah namanya menjadi nama lain, sehingga tidak lagi dinamakan air secara mutlak. Misalnya, dinamakan minuman teh, kopi, susu, atau kuah, dan yang semacamnya. Yang seperti ini sudah tidak termasuk kategori air yang menyucikan, meskipun suci. Dengan demikian, jenis ini tidak sah untuk wudhu dan mandi. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berwudhu dengan air laut. Padahal air laut telah berubah rasanya menjadi asin dengan perubahan yang sangat drastis dari asal rasa air yang tawar. Demikian pula perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menggunakan air yang dicampuri daun bidara (yang telah ditumbuk halus) bagi wanita yang mandi suci dari haid/nifas dan dalam memandikan jenazah. Padahal campuran daun bidara tersebut tentu saja akan memberi perubahan pada air. Lebih dari itu, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa air yang mengalami perubahan warna, bau, atau rasa oleh campuran unsur lain, tidak lagi termasuk kategori air yang menyucikan. Inilah pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Al-Fatawa (21/17-20 cet. Darul Wafa’), Asy-Syaikh As-Sa’di di dalam Al-Mukhtarat Al-Jaliyyah (hal. 12-13), Asy-Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa (10/19-20), dan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (1/38, 44, cet. Muassasah Asam). Ini juga adalah mazhab Abu Hanifah dan salah satu riwayat dari Ahmad. Kalau pun terjadi perubahan warna, bau, atau rasa karena pengaruh benda najis yang bercampur dengannya, air itu bernajis dan sudah tidak suci lagi. Salah satu saja dari tiga sifat tersebut yang berubah, baik warna, bau, atau rasanya, maka air itu telah ternajisi dan tidak sah untuk wudhu atau mandi. Kesimpulannya, air hanya terbagi menjadi dua: 1. Air yang suci lagi menyucikan (thahur), meskipun berubah sebagian sifatnya oleh campuran unsur suci, selama tidak mengubahnya keluar dari nama air ke nama lain. Jenis ini sah untuk wudhu dan mandi. 2. Air yang ternajisi oleh unsur najis yang mengubah salah satu sifatnya, baik warna, bau, maupun rasanya. Jenis ini tidak sah untuk wudhu dan mandi.

Jumat, 20 Juli 2012

RAHASIA SHOLAT 5 WAKTU

RAHASIA SHOLAT 5 WAKTU
Ali bin Abi Talib r.a. berkata, "Sewaktu Rasullullah SAW duduk bersama para sahabat Muhajirin dan Ansar, maka dengan tiba-tiba datanglah satu rombongan orang-orang Yahudi lalu berkata, 'Ya Muhammad, kami hendak bertanya kepada kamu kalimat-kalimat yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa A.S. yang tidak diberikan kecuali kepada para Nabi utusan Allah atau malaikat muqarrab.' Lalu Rasullullah SAW bersabda, 'Silahkan bertanya.' Berkata orang Yahudi, 'Coba terangkan kepada kami tentang 5 waktu yang diwajibkan oleh Allah ke atas umatmu.' Sabda Rasullullah saw, 'Shalat Zuhur jika tergelincir matahari, maka bertasbihlah segala sesuatu kepada Tuhannya. Shalat Asar itu ialah saat ketika Nabi Adam a.s. memakan buah khuldi. Shalat Maghrib itu adalah saat Allah menerima taubat Nabi Adam a.s. Maka setiap mukmin yang bershalat Maghrib dengan ikhlas dan kemudian dia berdoa meminta sesuatu pada Allah maka pasti Allah akan mengkabulkan permintaannya. Shalat Isyak itu ialah shalat yang dikerjakan oleh para Rasul sebelumku. Shalat Subuh adalah sebelum terbit matahari. Ini kerana apabila matahari terbit, terbitnya di antara dua tanduk syaitan dan di situ sujudnya setiap orang kafir.' Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan dari Rasullullah saw, lalu mereka berkata, 'Memang benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Katakanlah kepada kami apakah pahala yang akan diperoleh oleh orang yang shalat.' Rasullullah SAW bersabda, 'Jagalah waktu-waktu shalat terutama shalat yang pertengahan. Shalat Zuhur, pada saat itu nyalanya neraka Jahanam. Orang-orang mukmin yang mengerjakan shalat pada ketika itu akan diharamkan ke atasnya uap api neraka Jahanam pada hari Kiamat.' Sabda Rasullullah saw lagi, 'Manakala shalat Asar, adalah saat di mana Nabi Adam a.s. memakan buah khuldi. Orang-orang mukmin yang mengerjakan shalat Asar akan diampunkan dosanya seperti bayi yang baru lahir.' Selepas itu Rasullullah saw membaca ayat yang bermaksud, 'Jagalah waktu-waktu shalat terutama sekali shalat yang pertengahan. Shalat Maghrib itu adalah saat di mana taubat Nabi Adam a.s. diterima. Seorang mukmin yang ikhlas mengerjakan shalat Maghrib kemudian meminta sesuatu daripada Allah, maka Allah akan perkenankan.' Sabda Rasullullah saw, 'Shalat Isya’ (atamah). Katakan kubur itu adalah sangat gelap dan begitu juga pada hari Kiamat, maka seorang mukmin yang berjalan dalam malam yang gelap untuk pergi menunaikan shalat Isyak berjamaah, Allah S.W.T haramkan dirinya daripada terkena nyala api neraka dan diberikan kepadanya cahaya untuk menyeberangi Titian Sirath.' Sabda Rasullullah saw seterusnya, 'Shalat Subuh pula, seseorang mukmin yang mengerjakan shalat Subuh selama 40 hari secara berjamaah, diberikan kepadanya oleh Allah S.W.T dua kebebasan yaitu: 1. Dibebaskan daripada api neraka. 2. Dibebaskan dari nifaq. Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan daripada Rasullullah saw, maka mereka berkata, 'Memang benarlah apa yang kamu katakan itu wahai Muhammad (saw). Kini katakan pula kepada kami semua, kenapakah Allah S.W.T mewajibkan puasa 30 hari ke atas umatmu?' Sabda Rasullullah saw, 'Ketika Nabi Adam memakan buah pohon khuldi yang dilarang, lalu makanan itu tersangkut dalam perut Nabi Adam a.s. selama 30 hari. Kemudian Allah S.W.T mewajibkan ke atas keturunan Adam a.s. berlapar selama 30 hari. Sementara diizin makan di waktu malam itu adalah sebagai kurnia Allah S.W.T kepada makhluk-Nya.' Kata orang Yahudi lagi, 'Wahai Muhammad, memang benarlah apa yang kamu katakan itu. Kini terangkan kepada kami mengenai ganjaran pahala yang diperolehi daripada berpuasa itu.' Sabda Rasullullah saw, 'Seorang hamba yang berpuasa dalam bulan Ramadhan dengan ikhlas kepada Allah S.W.T, dia akan diberikan oleh Allah S.W.T 7 perkara: 1. Akan dicairkan daging haram yang tumbuh dari badannya (daging yang tumbuh daripada makanan yang haram). 2. Rahmat Allah sentiasa dekat dengannya. 3. Diberi oleh Allah sebaik-baik amal. 4. Dijauhkan daripada merasa lapar dan dahaga. 5. Diringankan baginya siksa kubur (siksa yang amat mengerikan). 6. Diberikan cahaya oleh Allah S.W.T pada hari Kiamat untuk menyeberang Titian Sirath. 7. Allah S.W.T akan memberinya kemudian di syurga.' Kata orang Yahudi, 'Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Katakan kepada kami kelebihanmu di antara semua para nabi.' Sabda Rasullullah saw, 'Seorang nabi menggunakan doa mustajabnya untuk membinasakan umatnya, tetapi saya tetap menyimpankan doa saya (untuk saya gunakan memberi syafaat kepada umat saya di hari kiamat).' Kata orang Yahudi, 'Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Kini kami mengakui dengan ucapan Asyhadu Alla illaha illallah, wa annaka Rasulullah (kami percaya bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan engkau utusan Allah).' Sedikit peringatan untuk kita semua: "Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (Surah Al-Baqarah: ayat 155) "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya." (Surah Al-Baqarah: ayat 286)

7 Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat

7 Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَا
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: 1. Pemimpin yang adil. 2. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya. 3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid. 4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah. 5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’. 6. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. 7. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.” (HR. Al-Bukhari no. 620 dan Muslim no. 1712) Penjelasan: Ketujuh orang yang tersebut dalam hadits di atas, walaupun lahiriah amalan mereka berbeda-beda bentuknya, akan tetapi semua amalan mereka itu mempunyai satu sifat yang sama yang membuat mereka semua mendapat naungan Allah Ta’ala. Sifat itu adalah mereka sanggup menyelisihi dan melawan hawa nafsu mereka guna mengharapkan keridhaan Allah dan ketaatan kepada-Nya. 1. Pemimpin yang adil. Dia adalah manusia yang paling dekat kedudukannya dengan Allah Ta’ala pada hari kiamat. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا “Orang-orang yang berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar-Rahman Azza wa Jalla -sedangkan kedua tangan Allah adalah kanan semua-. Yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.” (HR. Muslim no. 3406) 2. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya. Hal itu karena dorongan dan ajakan kepada syahwat di masa muda mencapai pada puncaknya, karenanya kebanyakan awal penyimpangan itu terjadi di masa muda. Tapi tatkala seorang pemuda sanggup untuk meninggalkan semua syahwat yang Allah Ta’ala haramkan karena mengharap ridha Allah, maka dia sangat pantas mendapatkan keutamaan yang tersebut dalam hadits di atas, yaitu dinaungi oleh Allah di padang mahsyar. 3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid. Sungguh Allah Ta’ala telah memuji semua orang yang memakmurkan masjid secara umum di dalam firman-Nya: في بيوت أذن الله أن ترفع ويذكر فيها اسمه يسبح له فيها بالغدو والآصال رجال لا تلهيهم تجارة ولا بيع عن ذكر الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة يخافون يوماً تتقلب فيه القلوب والأبصار ليجزيهم الله أحسن ما عملوا ويزيدهم من فضله والله يرزق من يشاء بغير حساب

Jumat, 22 Juni 2012

Lapisan-Lapisan Atmosfer

Bumi memiliki seluruh sifat yang diperlukan bagi kehidupan. Salah satunya adalah keberadaan atmosfir, yang berfungsi sebagai lapisan pelindung yang melindungi makhluk hidup. Adalah fakta yang kini telah diterima bahwa atmosfir terdiri dari lapisan-lapisan berbeda yang tersusun secara berlapis, satu di atas yang lain. Persis sebagaimana dipaparkan dalam Al Qur’an, atmosfir terdiri dari tujuh lapisan. Ini pastilah salah satu keajaiban Al Qur’an. Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa langit terdiri atas tujuh lapis. "Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Qur'an, 2:29) "Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." (Al Qur'an, 41:11-12) Kata "langit", yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an, digunakan untuk mengacu pada "langit" bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan. Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai berikut: Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan. Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi disebut TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer. Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan di atas stratosfer disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan dalam termosfer yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi membentang dari sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. . (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322) Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah tersebut, kita ketahui bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis, seperti dinyatakan dalam ayat tersebut. 1. Troposfer 2. Stratosfer 3. Ozonosfer 4. Mesosfer 5. Termosfer 6. Ionosfer 7. Eksosfer Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat Fushshilat ayat ke-12, "… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia memberikan kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing. Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki fungsi penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar berbahaya; dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap dampak meteor yang berbahaya. Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut: Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan angin hanya terjadi pada troposfir. (http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html) Adalah sebuah keajaiban besar bahwa fakta-fakta ini, yang tak mungkin ditemukan tanpa teknologi canggih abad ke-20, secara jelas dinyatakan oleh Al Qur’an 1.400 tahun yang lalu.

Relativitas Waktu


Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas sebelumnya.
Tapi ada perkecualian; Al Qur'an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif! Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi:
"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 22:47)
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 32:5)
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4)
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama:
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Qur'an, 23:122-114)
Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang mulai diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci.

AL QUR'AN DAN FISIKA

Rahasia Besi Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur'an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti "besi", kita diberitahu sebagai berikut: "…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ...." (Al Qur'an, 57:25) Kata "anzalnaa" yang berarti "kami turunkan" khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni "secara bendawi diturunkan dari langit", kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting. Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar. Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa. Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan "diturunkan ke bumi", persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur'an diturunkan. Penciptaan yang Berpasang-Pasangan "Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (Al Qur'an, 36:36) Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut: "…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat." Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian "dikirim ke bumi", persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur'an diturunkan. (http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz – Nothingness: The Science of Empty Space, s. 205)